RSS

Rudi habibie

Barusan nonton Rudi Habibie. Selalu kagum sama eyang Habibie. Semoga suatu hari bisa ketemu (lagi) dengan beliau. Film ini ngajarin kita buat curhat ke Allah kalo lagi ada masalah. Yang keren banget itu kata Papinya yang bilang 'jadilah mata air yang jernih'. Dan mata air itu biasanya berasal dari tempat yg bergejolak.

Semoga Indonesia makin baik baik baik lagi kedepannya.

:)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perjalanan memahami akar kehidupan.

Hari lebaran kedua saya beserta sebagian keluarga mudik ke Kaur, sekitar 6 jam perjalanan dari kota Bengkulu. Kami sampai di Rumah Tamang dan Bini dari pihak Ibu sekitar pukul 12 siang. Akhirnya saya ketemu lagi dengan Bini setelah setahun tidak berjumpa. Senang dan bersyukur rasanya melihat Bini sehat kembali. Saya sempat takut dan cemas ketika Desember lalu Bini mengalami sakit yang cukup berat dan sempat dirawat beberapa minggu di RSUD. Alhamdulillah sekarang sehat. Saya memeluknya erat.

Sorenya kami Hulu, sekitar 20 menit dari rumah tamang. Makwo, Kakak ayah, syukuran buat rumah baru. Rumahnya sekarang bagus dan kekinian. Makwo bikin rumah lagi diusianya yang senja karna rumah lama terbuat dari kayu dan sebagian dimakan rayap. Papan dan kayu tersebut sudah lebih 30 tahun dan berasal dari Berang Sane.

Ketika pulang seperti ini, seluruh keluarga biasanya berkumpul dan ngobrol sampai malam. Saya merasa hidup itu sebetulnya ‘sederhana’. Karena biasanya yang menjadi focus perbincangan mereka, misalnya:
  1. Si A sudah SD, SMP, SMA? Kuliah dimana? *Nggak akan nanya lebih jauh tentang detail sekolah apalagi urusan IPK, dosennya siapa, atau permasalahan rumit lainnya.
  2. Si B mau menikahkan anaknya tanggal blablablaa. Menikah dengan Si C bin D bin E. Kerjanya dimana?
  3. Si F meninggal. Karena apa? Karena penyakit, ada karena kecelakaan dan ada yang abis melahirkan.
  4. Si G selingkuh dengan Si H. Aee.. kok bisa? Nggak malu? Samelah
  5. Si I jadi tentara perdamaian di Lebanon. Sekarang selesai masa tugas dan mudik ke kampung.
  6. Si J cerai sekarang kawin lagi dengan Si K.
  7. Anak Si L kembar 3. Lucu banget.
  8. Si M menjual tanahnya laku 1 miliar mau dijadikan tambak udang. Siapa sangka tanah seperti itu ternyata laku semiliar. Si M kaya mendadak, beli rumah beli mobil. Istrinya berkalung emas banyak.

Hidup ini kadang sesimpel itu ya. Yang menjadi focus manusia adalah lahir, sekolah, pekerjaan, pernikahan dan kematian. Kadang kita secara personal mengganggap apa yang kita hadapi adalah permasalan yang sulit. Namun semuanya kembali lagi kejalan takdir. Suratan tangan. Kalau kata orang disana ‘walaupun lahir dengan bapak dan ibu yang sama, tapi masing-masing bawa jalan rezeki, jodoh, takdir yang berbeda’. Setiap orang memiliki jalan hidup masing-masing. Hidup ini seperti musafir. Kita berhenti sebentar di dunia, kemudian meneruskan perjalanan. Menapaki jalan yang berbeda yang berakhir pada suatu muara.

Saat lebaran dikampung ini, kami bersilaturahmi ke rumah sanak family. Salah satunya seorang datuk (baca: kakek).  Mukanya masih cerah dan fisiknya masih kuat. Umurnya sudah 70an. Istrinya sudah lebih dahulu meninggal. Dia bilang begini: “Aku sebenarnya ingin setelah naik haji, 3 atau 4 tahun kemudian meninggal. Biar tua nggak nyusahi anak cucu”. Hal seperti ini menarik bagi saya. Kita yang muda pengennya umur panjang dan sehat selalu, bisa jalan-jalan kesana kemari, memenuhi keinginan ini dan itu. Namun ternyata jika telah tua, bukan lagi umur panjang yang diinginkan, orang tua menginginkan kematian yang mudah dan tidak menyulitkan. Setiap bertambah umur, berbeda pula keinginan seseorang.

Setiap orang punya kisah kehidupan masing-masing. Ada yang sangat hobi mancing dilaut. Sampai-sampai pahanya pernah digigit hiu, dia tetap meneruskan hobinya. Ada yang dipindahtugaskan ke daerah, tapi anaknya tetap ditempat lama. Ada yang dilangkahi adiknya menikah. Ada yang gagal terus masuk universitas. Ada yang akan mengadakan syukuran tanggal ini tanggal itu. Ada yang akan panen bulan blablabla.

Saya, Ayah dan kedua kakak sepupu juga berkesempatan ngegawangan (bahasa lainnya: nyekar) ke makam Bini, Tamang, dan Tuyuk dari pihak Ayah di Berang Sane. Mereka telah meninggal ketika ayah masih muda dan belum menikah. Jadi saya belum sempat mengenal mereka. Selama saya bisa mengingat, baru kali ini saya kesana. Tapi katanya sih saya pernah kesini waktu kecil. Letaknya jauh dari permukiman warga. Daerah tersebut merupakan desa lama yang telah dialihkan. Tahun 1980-an pernah terjadi banjir bandang, empat desa terkena banjir tersebut termasuk desa tempat tinggal ayah, Gandesuli. Sehingga pemerintah mengrelokasi warga empat desa tersebut ketempat baru. Daerah tersebut ditinggalkan. Dan sekarang semuanya telah berganti menjadi area persawahan. Makam Bini, Tamang dan Tuyuk letaknya tidak jauh dari bekas daerah Gandesuli tersebut. Tuyuk (ayahnya Bini) meninggal tahun 1937, karena jatuh dari pohon damar. Beliau saat itu sedang mengambil getah damar untuk dijual untuk biaya sekolah Bini di Kota Bengkulu. Sangat berat perjuangan orang dahulu untuk pendidikan anaknya. Saya saat itu baru sadar ternyata sebelum kemerdekaan bini sudah sekolah jauh sekali. Naik mobil dari Kaur ke Bengkulu aja makan waktu 6 jam. Gak kebayang kalo jaman dulu berapa lama. Tamang dan Bini meninggal tahun 1986. Beda 37 hari jarak wafatnya. Semoga Arwah dan amal kebaikan mereka diterima Allah dan dilapangkan kuburnya. Amin.

Ayyarg Luas


Perjalanan dari rumah Makwo untuk sampai Berang Sane harus melalui jalan raya kemudian masuk ke gang kecil lalu jalan yang disamping kiri-kanannya hutan, kemudian melewati perkebunan, setelah itu melewati jembatan kayu yang panjang sekali diatas Ayyarg Luas (sungai yang luas) dan kemudian melewati persawahan lagi, kemudian melewati jembatan gantung berbahan kayu lagi. Untungnya saat ini jalan kesana sudah dibuat jalan setapak khas PNPM sehingga memudahkan akses motor. Kakak sepupu saya bercerita bahwa jalan PNPM ini sangat membantu warga menggangkut hasil bumi dengan menggunakan motor. Terimakasih PNPM. Kemudian, setelah sampai didekat sungai kecil lainnya, kakak sepupu saya memarkirkan motor dipadang rumput didekat sungai. Sandal-sendal juga diletakkan disana. 
kebun kelapa

Selanjutnya, kami jalan nyeker melewati sungai kecil tersebut. Riak air sungai terdengar merdu, suara burung bersahutan, mentari yang mulai naik keperaduan.
sungai dekat makam

Airnya dingin dan jernih

Setelah melewati sungai tersebut kemudian melewati kubangan lumpur dan berjalan jalan setapak sedikit menanjak dan sampailah ke makam tersebut. Disanalah akar keluarga saya disemayamkan. Kami berdoa untuk mereka.


Setelah itu, kami mengunjungi daerah yang dulunya adalah desa Gandesuli. Kami berjalan keluar, melewati sungai lagi, kemudian berjalan kearah perkebunan kelapa dan melintasi kali kecil. Dan akhirnya sampailah ke tempat yang dulunya tempat ayah lahir, dan menghabiskan masa kecilnya. Sekarang, sepanjang mata memandang, daerah tersebut telah berubah menjadi persawahan yang luas. Bayangkan, area empat desa menjadi persawahan. Pengairan sawah tersebut berasal dari Ayyarg Luas. Ayah bernostalgia. Disini ada pohon mangga, disitu rumah Tamang dan Bibi. Rumahnya dulu bentuknya begini begitu. Disana rumah si A disana Rumah si B. disana tempat para ibu membuat tikar dari kelapa. Saat berada disana saya merasa bahwa dunia ini terus berputar. Semuanya mengikuti siklus kehidupan. Senang rasanya mengetahui asal usul kita. Mempelajari kebijaksanaan dari alam. 

Tanah yang dulunya berdiri rumah tamang dan bini


Setelah dari sana kemudian kami pulang ke rumah Makwo.

Setelah acara di rumah Makwo selesai, kami kemudian ke rumah Tamang dan Bini dari pihak Ibu. Malam harinya diadakan syukuran kelulusan S2 saya dan sepupu saya. Syukuran ini telah diniatkan oleh Tamang. Jangan heran, di kampung saya ini memang sering sekali syukuran. Bikin rumah syukuran, bayar nazar, syukuran kelulusan sekolah, syukuran anak dan cucu pulang kampung, syukuran selamat dan sehat, syukuran pernikahan, dan lainnya. Pendidikan dinilai sangat tinggi di daerah ini. Dari masa penjajahan, masyarakat disini telah terbiasa menyekolahkan anaknya, ke desa lain, kota lain, atau pulau lain. Para orangtua akan berusaha semaksimal mungkin agar anaknya dapat bersekolah. Sepertinya hal tersebut sudah menjadi adat disini. Kalau sedang bersilahturahmi ke rumah sanak family, adalah hal yang lumrah mendengar bahwa anaknya sekolah di Bengkulu, Jakarta, Bandung, Jogja, Solo, Semarang, dan lainnya.

Keesokan harinya, kami kembali pulang ke kota Bengkulu. Beberapa kali masih singgah bersilaturahmi dirumah saudara-saudara yang dilewati. Kemudian mereka ada yang memberi beberapa botol minuman dan pempek. Haha…benar ya kata orang kalo bersilaturahmi memperpanjang umur dan melancarkan rezeki.


Sepanjang perjalanan saya menatap keluar jendela mobil. Mata menatap pepohonan yang asri, rumah penduduk, kehidupan. Berpikir, berpikir, dan berpikir tentang wisdom yang diperoleh dari perjalanan. Hidup ini sebetulnya sederhana, sesegala suatu ada muaranya, semua permasalahan ada jalan keluarnya, bahwa takdir setiap orang berbeda. Tidak mengapa punya keinginan dan impian karena hal tersebut merupakan penyemangat hidup, namun segala sesuatu Tuhanlah yang menentukan. Perjalanan memang selalu mengajarkan sesuatu yang baru. Bahkan perjalanan mudik lebaran sekalipun.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS